Sebagai implementasi kerja sama yang telah dilakukan oleh STT Aletheia dan Wonders of Worship (WoW) Ministry Jakarta adalah dengan diadakannya pelayanan pembinaan dan pelatihan ibadah yang akan difasilitasi oleh STT Aletheia. Selain menyampaikan renungan di Ibadah Pembukaan Semester Genap 2023-2024 dengan tema Theology for Doxology, Pdt. Jimmy Setiawan, M.T.S. (Founder Wonder of Worship Ministry) juga menjadi pembicara dalam Worship Seminar: Menjadi Manusia Penyembah: Aspek Pengalaman dalam Ibadah.
Seminar kali ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta untuk dapat menjadi manusia penyembah seturut dengan kehendak Tuhan. Beliau menekankan aspek pengalaman dalam ibadah yang selama ini, jangan dianggap hal yang remeh terutama dalam hal penyembahan. Bahkan melalui pengalaman ibadah yang benar, penyembahan kepada Tuhan akan terjadi secara ajaib dan natural di hadapan Tuhan sebagai ungkapan syukur akan pengorbanan Yesus di kayu salib menebus hukuman dosa-dosa manusia.
Worship Seminar yang diikuti oleh 81 peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa dan kalangan umum gereja sahabat secara offline di Chapel (Ruang Getsemani) diadakan dalam 2 sesi, yaitu:
- Sesi I (Rabu, 10 Januari 2024, pkl. 08.00 wib – 10.00 wib): Tubuh dan Ritual dalam Ibadah
- Sesi II (Rabu, 10 Januari 2024, pkl. 10.15 wib – 12.15 wib); Emosi dalam Ibadah
Dalam
sesi I dengan tema Tubuh dan Ritual dalam Ibadah, Pdt. Jimmy menekankan bahwa ibadah
tanpa kehadiran dan kegiatan ragawi adalah sesuatu yang absurd bagi Alkitab. Karena
begitu banyak pemakaian gestur tubuh yang menyatakan penyembahan kepada Allah
baik dalam sesi pujian dan doa pribadi maupun saat bersama-sama umat Allah. Sepuluh
latihan penggunaan gestur tubuh dalam ibadah yang dinasihatkan Pdt. Jimmy,
antara lain:
- Perkayalah repertoar gestur dan ekspresi ragawi dalam ibadah kita; termasuk pelaksanaan Sakramen.
- Beranikan diri untuk keluar dari zona nyaman (seperti ketika menyanyikan lagu baru yang kita tidak sukai).
- Lakukan secara intensional dan otentik—sekalipun kita belum tahu maknanya, tapi kita mau belajar memahaminya (grow into).
- Buatlah ibadah yang mengakomodasi mereka dengan disabilitas fisik.
- Perhatikan denotasi dan konotasi atas sebuah gestur yang berlaku dalam sebuah budaya lokal.
- Pelayan ibadah menjadi teladan bagi jemaat—baik saat bertugas atau sedang di bangku jemaat.
- Latihlah diri kita untuk bergestur dalam momen-momen penyembahan pribadi setiap harinya.
- Belajarlah menghargai dan menghayati kehadiran fisik saudara seiman dalam ibadah sebagai kehadiran yang sakramental (implikasinya bagi ibadah daring?).
- Masukkan pelayanan tarian dalam ibadah (liturgical dance).
- Akhirnya, biarlah kasih menjadi pedoman utama dari apapun yang kita lakukan.
Dalam sesi II dengan tema Emosi dalam Ibadah, Pdt. Jimmy menyoroti tentang penggunaan emosi yang ditentang oleh sebagian kalangan gereja-gereja protestan dan reformis karena menurutnya, emosi bersifat subyektif dan tidak bisa diverifikasi kebenarannya (irasional?), emosi dapat muncul tanpa alasan (impulsif) dan bahkan karena alasan yang salah (manipulatif), emosi, pada taraf tertentu, sulit dikendalikan dan bisa “membajak” seluruh kemanusiaan kita, dan emosi dapat membingungkan, tak terdefinisikan, dan bercampur aduk. Bahkan ada yang mengembangkan kekristenan ala Sherlock Holmes yang sangat mencurigai, meremehkan, dan mengekang emosi (stoikisme) dan lebih mengutamakan pikiran daripada perasaan (pengaruh rasionalisme).
Menurut
beliau, emosi adalah bagian tubuh manusia yang telah Tuhan Yesus secara utuh
dan tidak bisa dipisahkan dalam diri manusia. Oleh karena itu, beliau juga
memberikan sepuluh tips nasihat dalam penggunaan emosi untuk ibadah, yaitu
- Ingatlah bahwa hanya Roh Kudus yang dapat menerbitkan emosi-emosi kudus dalam diri kita.
- Ciptakan penerimaan bagi jemaat untuk membawa apapun perasaan mereka kepada Tuhan dalam ibadah.
- Sampaikan undangan kepada jemaat untuk mempersembahkan emosi tertentu kepada Allah (sebaiknya dari Alkitab).
- Arahkan selalu perhatian jemaat dalam ibadah kepada Allah sebagai Sang Keindahan yang ultim (summa pulchritudo) dan Injil-Nya.
- Masukkan elemen-elemen ibadah yang dapat menyentuh beragam emosi.
- Berikan ”ruang” bagi jemaat untuk berekspresi dalam ibadah karena ekspresi dapat “menyempurnakan” emosi.
- Gunakan pelbagai macam seni dan imajinasi dalam ibadah (arts are the language of the soul).
- Pastikan khazanah lagu-lagu ibadah kita mencakup pelbagai macam emosi manusiawi di hadapan Tuhan.
- Manfaatkan kalender gerejawi yang dengan mampu menjadikan emosi sebagai respons terhadap fase-fase yang berbeda dari kehidupan Yesus.
- Relasi yang intim dengan Allah menjadi konteks untuk bertumbuhnya emosi-emosi
yang berpusat kepada Allah.
Kiranya melalui kegiatan-kegiatan bersama ini, STT Aletheia makin diberkati Tuhan dan kebenaran firman Tuhan makin dinyatakan. Soli deo gloria.
Posted on 07 February 2024